Daerah  

Pendidikan Politik PAN dan Disikusi Gen Z, Bangun Demokrasi yang Inklusif Cerdas Digital

By : HDK-Abah

banner 468x60

SIP News. Bandung,- Di Era digitalisasi saat ini, generasi muda Indonesia, khususnya Gen Z, menjadi kelompok paling rentan terhadap hoaks dan ujaran kebencian. Menyikapi hal ini, Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Amanat Nasional (PAN) Jawa Barat menggelar acara Pendidikan Politik dan Diskusi bertajuk “Peran Literasi Digital Politik untuk Tangkal Hoaks dan Ujaran Kebencian” pada Sabtu sore, 4 Oktober 2025, di Gedung Hanamasa, Cafe Kopi Warga, kawasan Dago, Kota Bandung.

Acara ini dihadiri pemuda dan pemudi, mayoritas mahasiswa dari berbagai kampus di Jawa Barat. Dengan dress code biru atau putih, suasana diskusi terasa santai namun tetap penuh semangat dan pemikiran kritis. Para peserta yang berusia antara 18–24 tahun tampak antusias menyimak dan berdiskusi mengenai pentingnya literasi digital dalam membangun ruang digital yang sehat.

Mengangkat tema utama “Peran Kesadaran Digital dan Sanksi Hukum dalam Pencegahan Hoaks serta Ujaran Kebencian”, acara ini merupakan inisiatif dari Badan Hukum DPW PAN Jawa Barat sebagai bagian dari upaya membangun demokrasi yang inklusif dan cerdas digital.

Diskusi dimulai pukul 15.00 WIB dan dipandu oleh Bima Andika, sebagai fasilitator diskusi yang efektif dalam berbagai kegiatan.

Acara dibuka oleh Susanti Komalasari, S.H., M.H., penanggung jawab acara sekaligus praktisi hukum pidana. Dalam sambutannya, Susanti menyampaikan ““Dengan diselenggarakannya diskusi Gen Z ini, semoga kita sebagai pengguna media digital menjadi lebih berhati-hati dalam menerima dan menyebarkan informasi.”

Didampingi oleh Syamsul Bachri Ambo Day sebagai moderator sesi, Susanti menekankan bahwa hoaks bukan sekadar informasi palsu, tetapi juga bisa menimbulkan konflik sosial nyata, terutama di kalangan muda yang sangat aktif di ruang digital.

Dua pemateri utama turut memperkuat pemahaman peserta dari sisi hukum dan etika digital, Ahmad Rizki Nurfadillah, S.H., M.H., menyampaikan materi tentang sanksi hukum terhadap penyebaran hoaks, mengulas secara rinci Pasal 28 UU ITE terkait ujaran kebencian. “Literasi digital bukan hanya soal verifikasi fakta, tapi juga memahami konsekuensi hukumnya,” ujar Rizki.

Rayqi Januar Pahlepi Aktivis digital muda dan penggiat literasi online, menyoroti pentingnya peran Gen Z dalam mencegah polarisasi politik melalui pemahaman konteks berita dan motif di balik penyebarannya. “Kita harus kritis, cek sumber, konteks, dan motif. Hoaks sering dimanfaatkan untuk polarisasi,” ujar Rayqi.

Menurut survei Litbang Kompas, partisipasi politik Gen Z dalam pemilu mencapai 87%, namun hanya 2% yang aktif dalam partai politik. Acara seperti ini bisa menjadi jembatan untuk memperkuat keterlibatan mereka secara nyata. Riset dari Peneliti menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis dapat menekan penyebaran hoaks hingga 70%, sementara jurnal ilmiah menekankan pentingnya “swasensor” sebagai alat pencegahan penyalahgunaan informasi.

Namun, tantangan tetap ada. Di Jawa Barat, dengan jutaan pengguna media sosial, kesenjangan akses digital di daerah pedesaan masih menjadi persoalan yang harus diatasi bersama. Semoga diskusi seperti ini terus bergulir, membentuk generasi muda yang bijak, kritis, dan penuh empati.

Vicky Anugrah

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *